Dasar Pemikiran dalam Pelaksanaan Pondok Aswaja:
- Prinsip yang selalu dijadikan sebagai landasan dalam pemikiran pendidikan ASWAJA, yaitu: “menempatkan sesuatu pada tempatnya; bersikap tegas pada tempatnya dan bersikap lembut pada tempatnya juga”.
- ASWAJA juga sangat memahami bahwa pertentangan antara yang haq dan bathil akan terus berlangsung, sehingga dituntut sikap tegas dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat.
- Menurut ASWAJA bahwa pendidikan akidah Islam yang benar adalah hal yang paling urgen diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan. Karena akidah Islam atau iman adalah ruh dari pada ajaran Islam itu sendiri. Semakin kurang iman seseorang maka semakin tipis ketaqwaannya, dan semakin kuat keimanan sesorang maka semakin tebal ketaqwaannya.
- Keteguhan ASWAJA dalam mengajarkan kebenaran adalah suatu pilihan yang tidak bisa ditawar tawar. Hal itu terwujud pada komitmen, konsistensi dan kontinuitasnya memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan amar ma’ruf nahi munkar. Sikap mendidik yang tegas tanpa mudahanah tersebut terwujud dalam memberikan pendidikan dan pendampingan kepada masyarakat dengan metode tahdhir-nya (wanti-wanti; bahasa Jawa) terhadap tiga macam bentuk kekufuran (I’tiqadi, qauli dan fi’li).
- ASWAJA berpendapat bahwa kesalahan dalam berkeyakinan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta ajaran-ajarannya adalah sangat krusial dampak negatifnya dibanding kesalahan dalam berinteraksi kepada sesama makhluq. Ini dikarenakan kesalahan keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta ajarannya menyebabkan ketidak absahan segala amaliyah ibadah hamba kepada Tuhannya.
- ASWAJA selalu menjelaskan berbagai macam dan bentuk kekufuran yang dilakukan oleh seorang hamba agar dijauhi dan ditinggalkan.
- ASWAJA sangat antipati terhadap pemikiran-pemikiran agama Islam yang di tawarkan oleh gerakan radikal Islam semisal; wahabi, hizbul ikhwan, hizbu al-tahrir. Karena ketiga kelompok gerakan yang memakai label Islam tersebut kerap kali menggunakan dalil-dalil dari ajaran Islam yang tidak semestinya. Bahkan dalam menuangkan pemikiran radikalnya mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang diberi label Islam sehingga membiaskan hal yang batil dari hal yang benar.
- ASWAJA meyakini bahwa memahami permasalahan kaidah-kaidah yang bisa menunjukkan sebuah hukum kufur (keluar Islam; murtad) adalah hal yang paling krusial, karena ini adalah implementasi dari perintah menjaga diri dan keluarga dari ancaman siksa api neraka. Kekufuran hamba kepada Allah adalah bentuk kemungkaran yang paling besar dan berat, serta bentuk kedhaliman kepada Allah yang terparah. Mengenalkan bentuk-bentuk Kekufuran; baik yang mengandung unsur syirik ataupun tidak, harus terlebih dahulu diajarkan kepada masarakat agar bisa diingkari dan dihindari. Dan kemudian akan berdampak pada pemberantasan maksiat-maksiat dan kemungkaran yang lain.
- ASWAJA mengatakan : “Dalam penjelasan tentang perkataan-perkataan kufur yang bisa menyebabkan seseorang jatuh pada kekufuran, para ulama tidak membawa pendapat yang baru, mereka sepenuhnya menempuh jalan yang telah digariskan oleh para ulama madzhab empat, hal ini sebagaimana dikatakan oleh al-Hafidh Murtadla al-Zabidi dalam sharh{ Ihya’ Ulumiddin sebagai berikut: “ Para ulama madhhab empat telah menyusun penjelasan tentang perkataan-perkataan kufur”.
- Sementara dalam mengajarkan beberapa masalah lain yang berkenaan dengan hukum-hukum aktifitas ibadah dan muamalah, ASWAJA lebih bersikap lembut, diantaranya pada permasalahan-permasalahan yang memang terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama dalam menentukan hukumnya. Dalam menentukan materi pembelajaran yang berkaitan dengan praktik ibadah dan muamalah ASWAJA mengikuti kaedah yang sudah sangat dikenal: “laa yunkaru al-mukhtalaf fihi wa innama yunkaru al-Mujma’u ‘alaihi “artinya : hal yang diperselisihkan oleh para ulama, tidak diingkari orang yang mengikuti pendapat salah seorang dari mereka, sedangkan dalam hal yang disepakati sebagai perkara haram mesti diingkari.
- ASWAJA yakin dan percaya bahwa pendidikan rohani melalui tarekat-tarekat yang dirintis oleh para sufi sejati seperti Ahmad al-Rifa’i, al-Jilani, al-Badawi, al-Dusuqi dan lainnya pada prinsip dan awal mulanya adalah sebuah kebenaran yang diajarkan sesuai dengan syariat Rasul Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, kecuali tarekat-tarekat yang kemudian disisipi paham yang tidak benar seperti Hulul, Wahdat al-Wujud, dan bentuk-bentuk sikap Ghuluw terhadap para shalihin.
- Dalam pendidikan rohani, ASWAJA perlu menekankan pada pembelajaran dan pengenalan terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh hati setiap hamba, dan mengenal maksiat-maksiatnya. Serta mengenalkan bentuk-bentuk maksiat anggota badan; tangan, mulut, perut, kaki, telinga, mata. Kita berkeyakinan bahwa dari mengenal kewajiban dan maksiat hati serta anggota badan tersebut adalah karakteristik asal daripada pendidikan tasawuf. Dan bahwa tidak mengetahui hal-hal tersebut akan menyebabkan terjerumusnya hamba kedalam dosa-dosa yang tanpa ia ketahui.
- Dalam menyajikankan materi pembelajaran perlu selalu melakukan autentifikasi (pemurnian dan legalisasi, akurat) secara ilmiyah (riset dengan rantai sanad yang sahih) dan penelusuran dalil shar’iterhadap seluruh permasalahan, karena titik tolak pemikiran ASWAJA adalah shar’ bukan pendapat atau pemikiran pribadi. Hal ini dilakukan dengan penuh amanah, dengan berpegang teguh kepada Nushus Syar’iyyah dan dalil-dalil yang kuat dalam berargumentasi. Prinsip ini terlihat dalam banyak masalah, diantaranya; dalam penegasan perbedaan antara Nabi dan Rasul yang selama ini umum dipakai adalah definisi yang salah dan tidak sesuai dengan dalil-dalil shar’i serta bertentangan dengan apa yang telah diajarkan oleh para ulama terdahulu.
- Dalam mendidik ASWAJA selalu mengarahkan tujuan pendidikannya kepada pembentukan sikap moderat, proporsional, toleransi yang proporsional ( sesuai dengan kaidah kaidah yang berlaku dalam sariat dan adat kebiasaan umat Islam), tegas dalam bersikap dan bertindak, tegas terhadap penolakan semua bentuk ekstremisme dan sikap berlebih-lebihan dalam beragama karena Islam adalah merupakan sebuah ajaran yang merupakan pembatas dan bagaikan garis tengah antara al-Ghuluw ( ekstrim) dan al-Taqsir (terlalu lemah dalam mensikapi keadilan), yakni agama Islam mengajarkan sikap al-I’tidal (konsisten terhadap ajaran agama, tegas dan moderat).
- Contoh pemberian fatwa proporsional tentang pelaku maksiat dalam pandangan ASWAJA adalah :bahwa seorang pelaku dosa seperti berzina, meminum khamr dan semacamnya tidak dihukumi kafir, selama manusia tersebut tidak menganggap (meyakini) bahwa melakukan dosa-dosa semacam itu boleh dilakukan (halal) dan tidak haram dilakukan.
- Pemikiran pendidikan dalam berpolitik yang dicetuskan ASWAJA adalah dalam menghukumi orang yang tidak memberlakukan hukum Islam dan memberlakukan hukum positif dalam sebuah state (Negara), selama orang tersebut tidak menolak (memberontak) hukum Islam atau menganggap hukum positif lebih baik dari hukum Allah (Islam), dalam masalah ini status orang tersebut tidak dijustifikasi murtad tetapi berstatus muslim yang belaku maksiat dan tidak sempurna imannya. Dan tetap tidak bisa di gulingkan dari jabatan pemimpin.
- ASWAJA harus Responsive terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat, terutama dalam menyikapi pemikiran-pemikiran yang baru yang muncul sebab kebebasan berpikir, yang menurut Keyakinan agama Islam sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini terwujud diantaranya harus men-tahdhir dengan menggunakan berbagai tulisan yang menjelaskan berbagai kelompok dan ucapan-ucapan serta buku-buku yang berisi pemikiran yang sesat (tidak dalam jalur yang benar dalam timbangan syariat) dan menyempal (keluar dari jalur yang selama ini diajarkan oleh Nabi yaitu; al-Jama’ah) dari mayoritas umat Muhammad, yang membawa nama-nama baru (label-label baru) yang menyimpang.
- ASWAJA harus selalu mengajarkan dan mengajak untuk senantiasa menjunjung tinggi akhlak-akhlak yang mulia dan menghidupkan kembali akhlaq nabawiyah dan haliyah (cara bersikap) seperti generasi salaf yang luhur, seperti keikhlasan, amanah, husn al-khuluq, bersabar, al-Hilm wa tark al-ghadab, husn al-Dhann, tawadlu’, tahabb, tanashuh, tafaqqud, tazawur, tathawu’, tidak otoriter, dan senantiasa menjunjung tinggi prinsip musyawarah, shadd al- himam wa mujanabat al-kasal, qana’ah, al-tazawwud li al-akhirah, meninggalkan tana’um, tark al-fudul, pengorbanan untuk akhirat.
Tema Kegiatan: “Islam, Aswaja dan Kemajuan Peradaban Islam dari Masa ke Masa”
Tujuan Kegiatan:
- Para peserta didik memahami mengetahui konsep ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dengan baik.
- Para peserta didik mampu mengimplementasikan konsep-konsep keilmuan yang diwariskan Ahlussunnah wal Jama’ah dengan sempurna.
- Para peserta didik mampu berkiprah dalam menyampaikan konsep dan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dalam sekup dia tinggal sebagai implementasi tanashuh sesama muslim.