SMA Assaadah Bungah Canangkan Program Sekolah Anti Perundungan Melalui Agen Perubahan

Oleh: Eko Jarwanto

SMA Assaadah Bungah Gresik pada tahun ajaran 2021/2022 dipercaya sebagai salah satu lembaga perintis yang melaksanakan program Roots Indonesia. Tujuan umum program Roots adalah membangun interaksi positif di sekolah dengan memusatkan peran para pelajar di sekolah sebagai agen perubahan untuk menyebarkan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah, khususnya kepada teman sebaya. Program Roots ini diluncurkan seiring dengan pelaksanaan program yang lebih luas, yakni pelaksanaan program Sekolah Penggerak. Program Roots dikenal pula dengan nama lain, yakni program anti perundungan (bullying). Istilah perundungan sendiri memiliki banyak jenis. Jenis-jenis perundungan di dunia nyata misalnya perundungan verbal, seperti membentak, berteriak, memaki, bergosip, menghina, meledek, mencela, mempermalukan, dan sebagainya. Di sisi lain jenis perundungan fisik, seperti menampar, mendorong, mencubit, menjambak, menendang, meninju, dan lain sebagainya yang dapat melukai fisik.

Program Roots ini sebelumnya telah diimplementasikan di berbagai negara, salah satu di Amerika Serikat (di beberapa negara bagian). Setelah diimplementasikan selama satu tahun maka ditemukan perbedaan secara statistik antara lembaga sekolah yang berpartisipasi dalam program tersebut dan dengan lembaga yang tidak ikut berpartisipasi. Di sekolah yang berpartisipasi dalam Program Roots, rata-rata ditemukan pengurangan kasus konflik antarsiswa sebanyak 30%. Penanganan satu konflik dapat menghabiskan waktu setidaknya satu jam, sehingga pengurangan angka ini dapat disetarakan dengan menyimpan ratusan jam untuk penanganan konflik. Program ini menunjukkan bahwa kita tidak perlu menggunakan sanksi untuk mengurangi perundungan (bullying). Kita dapat menargetkan siswa tertentu untuk menyebarkan pesan anti perundungan. Potensi mereka yang dapat menyebarkan perilaku positif dapat menunjukkan kepada siswa lain apa yang sesuai dengan nila-nilai masyarakat dan seharusnya terjadi di sekolah. Selain itu, akan ada banyak cara yang datang dari diri mereka sendiri untuk memberikan inspirasi dan membuat perubahan positif. Selain dapat dilakukan secara sederhana, program Roots Indonesia ini juga dipandang murah secara pendanaan dan dapat diadaptasi pada beragam konteks.

Program pencegahan dari tindakan perundungan berbasis sekolah telah dikembangkan oleh UNICEF Indonesia sejak tahun 2017 bersama dengan Pemerintah Indonesia, akademisi, serta praktisi pendidikan dan perlindungan anak. Program Roots merupakan model intervensi berdasarkan bukti ilmiah yang telah dikembangkan untuk mencegah perundungan di lingkungan sekolah dengan melibatkan siswa sebagai agen perubahan untuk membantu menciptakan iklim yang positif di sekolah. Roots juga mengadopsi dan mengkombinasikan komponen pengetahuan dan keterampilan  guru untuk mampu menerapkan praktik disiplin positif yang telah dikembangkan oleh UNICEF di beberapa wilayah di Indonesia.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pemerintah Indonesia sendiri juga telah menetapkan berbagai upaya “Perlindungan Anak” sebagai skala prioritas kebijakan tingkat nasional. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pencegahan kekerasan (termasuk perundungan/bullying) di dalamnya merupakan bagian dari upaya perlindungan anak yang dicanangkan sebagai salah satu program prioritas nasional, sebagaimana tercantum pada RPJMN 2020-2024 serta Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Pencegahan perundungan melalui program Roots juga menjadi salah satu nilai yang didorong dalam upaya penguatan karakter siswa didik dan menciptakan iklim yang aman dan nyaman untuk anak belajar.

Perundungan atau bullying saat ini memang merupakan isu global yang menjadi masalah penting di Indonesia dan dunia. Menurut Global School Health Survey (2015), sekitar 21% anak usia 13-15 tahun atau setara dengan 18 juta anak di Indonesia pernah mengalami tindakan perundungan dalam 1 bulan terakhir. Sebagian besar siswa berusia 15 tahun (41%) menyebutkan telah mengalami perundungan lebih dari beberapa kali dalam sebulan terakhir. Jumlah ini lebih tinggi dari jumlah rata-rata pada negara tergabung dalam Organisasi Kerjasama dan Perkembangan Ekonomi (The Organisation for Economic Co-operation and Development), yaitu 22.7%. Sebanyak 25% anak berusia 13-15 tahun menyatakan terlibat dalam kontak fisik, dimana secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki, yaitu 36% dan anak perempuan sebanyak 13%. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus disinyalir terjadi di dunia pendidikan.

Maraknya tindakan perilaku perundungan tersebut jelas menjadi persoalan sendiri di dalam masyarakat untuk segera dapat dipecahkan secara bersama-sama. Berbagai data dan bukti menunjukkan bahwa pencegahan perundungan dapat bekerja secara efektif jika dilakukan di tingkat sekolah (lembaga pendidikan). Pedoman WHO tahun 2020 terkait pencegahan kekerasan di sekolah menekankan pentingnya pendekatan seluruh komponen sekolah (whole school approach) dalam pencegahan perundungan, dengan melibatkan siswa, guru dan tenaga kependidikan, orang tua, serta masyarakat. Mereka semua adalah sistem pendukung untuk mencegah perundungan di sekolah. Adanya program Roots Indonesia ini sengaja dimasukkan ke dalam kegiatan sekolah, di mana siswa, guru, dan pegawai sekolah akan mendesain rangkaian kegiatan Roots di sekolah sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal yang diikuti dengan internalisasi desain kegiatan tersebut di sekolah. Untuk wilayah Jawa, program Roots dilakukan di enam provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.

SMA Assaadah Bungah sebagai salah satu lembaga yang dipercaya dalam pelaksanaan program Roots jelas menyambut dengan antusias dan melaksanakan program tersebut dengan penuh tanggung jawab. Dalam praktiknya, sekolah menetapkan sebanyak 40 siswa sebagai agen perubahan berdasarkan hasil polling pilihan siswa sendiri. Pada tahap awal dari program Roots adalah melakukan survei terhadap para peserta didik dan juga guru seputar perundungan di lingkungan sekolahnya. Mereka diberikan pertanyaan-pertanyaan simpel mengenai perundungan seperti pernahkan melakukan perundungan, pernahkah menjadi korban perundungan, apa yang dilakukan ketika melihat perundungan, dan sebagainya. Adapun survei dilakukan secara anonim agar identitas responden tetap terjaga rahasianya. Dengan dilakukan survei, nantinya bisa diketahui data terkait perundungan yang dapat dijadikan landasan pemetaan tindakan selanjutnya. Untuk pemilihan agen perubahan menggunakan teori jejaring sosial.

Metode yang dilakukan adalah setiap peserta didik setiap angkatan diminta menuliskan 10 nama teman terdekatnya. Nantinya akan ada sekitar 40 agen perubahan di sekolah yang ditetapkan. Hal ini sangat penting karena dalam jejaring sosial ingin didapat data mengenai peserta didik mana saja yang paling berpengaruh dan paling didengar oleh peserta didik lainnya. Pemilihan agen perubahan ini bertujuan untuk bisa memengaruhi peserta didik lain agar peduli terhadap kasus perundungan yang terjadi di sekolahnya.

Para agen perubahan yang sudah terpilih tadi selanjutnya akan menjalani sesi pelatihan selama 15 pertemuan. Pelatihan ini memberikan materi seputar perundungan kepada agen perubahan. Agar efektif, pelatihan dilakukan satu kali dalam seminggu sehingga program ini diestimasikan berjalan selama satu semester. Di sini, peran fasilitator menjadi kunci dalam sesi pelatihan. Fasilitator bisa berasal dari guru di sekolah ataupun pembina ekstrakurikuler. Namun, fasilitator haruslah sosok yang dekat dan dapat dipercaya oleh para agen perubahan. Selama proses pemberian materi ini, para agen perubahan didampingi oleh dua fasilitator program Roots dari sekolah, yakni Bpk. Eko Jarwanto, M.Pd. dan Ibu Nanda Dwi Y, S.Pd.

Secara rinci, beberapa materi pokok yang disampaikan kepada agen perubahan, yakni terkait; 1). Pengenalan Program, 2). Mengenal Identitas, Kepercayaan, dan Kesadaran Kelompok, 3). Mengenal Perundungan (Bullying), 4). Kepemimpinan dan Komunikasi Efektif, 5). Melihat dari Perspektif yang Berbeda dan Membangun Hubungan yang Sehat, 6). Pengaruh Siswa dan Tanggapan Mereka Terhadap Konflik, 7). Menghubungkan Perubahan yang Didorong oleh Siswa dengan Perilaku Positif, 8). Mengembangkan Kesepakatan “Siswa Anti Perundungan”, 9). Mengembangkan dan Mempraktikkan Pembagian Peran (Role Play) Berdasarkan Observasi Siswa Terhadap Perundungan, 10. Menuju Aksi yang Lebih Besar di Sekolah, 11). Visi untuk Roots Day, 12. Publikasikan dan Perkuat Pesan, 13). Bersiap untuk Roots Day, 14). Roots Day, dan 15). Evaluasi Roots Day.

Output dari pelaksanaan program Roots di SMA Assaadah Bungah ini tentunya jelas, yakni agar lingkungan sekolah terbebas dari adanya tindakan dan perilaku perundungan dan kekerasan. Mereka para agen perubahan yang sudah dilatih berkewajiban mengimbaskan ilmu yang mereka peroleh kepada teman-teman mereka. Di sisi lain, program Roots ini juga disebarkan kepada segenap warga sekolah demi terwujudnya iklim pendidikan yang baik. Langkah selanjutnya ialah setelah para agen perubahan diberi pelatihan mengenai perundungan, satuan pendidikan bisa merayakan acara puncak dengan mengadakan kampanye antiperundungan. Acara ini wajib diikuti oleh seluruh warga sekolah mulai dari peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan. Puncak acara dari kampanye ini dapat diselenggarakan dengan berbagai ide kreatif dari para agen perubahan. Bisa berbentuk penandatanganan deklarasi anti perundungan, pertunjukan seni, ataupun ide-ide kreatif lainnya.

Kegiatan akhir dari program Roots yakni dilakukan survei ulang dan evaluasi usai program Roots dijalankan. Apakah ada perubahan pada tingkat kasus perundungan atau tidak. Jika program berhasil, maka kasus perundungan akan turun. Namun, jika ternyata semakin banyak yang melaporkan kasus perundungan bisa juga berarti telah banyak warga sekolah yang semakin peduli dengan masalah perundungan di lingkungannya. Perundungan memang bukanlah masalah yang dapat disepelekan. Oleh karena itu, satuan pendidikan bisa mencoba mengaplikasikan program Roots untuk menekan kasus perundungan di sekolahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.